Monday, October 30, 2006

Surat Tanda Registrasi

Sosialisasi mengenai pengurusan STR sudah dilakukan oleh Pengurus IDI baik lewat simposium maupun pertemuan khusus yang mengenai UU Praktek Kedokteran di PSKU Universitas Mulawarman pada bulan Februari 2006.
Tetapi ternyata masih banyak teman sejawat yang belum pernah mengurus STR , disini kami mengingatkan para teman sejawat yang belum pernah mengurus Surat Tanda Registrasi (STR), bahwa pengurusan STR yang dilakukan setelah April 2007 akan dilakukan uji kompetensi.

Yang perlu diperhatikan dalam pengurusan ini agar tidak masuk kotak sampah :

  1. Nama harus sesuai dengan ijazah maupun di SIP
  2. Pasfoto harap diberi nama dilembar baliknya.
  3. Surat keterangan sehat diisi dengan lengkap.
  4. Ijazah harus dilegalisir.
  5. Pengiriman uang harus jelas nama pengirimnya dan jangan pakai nama orang lain.
  6. Adapun persyaratan pengurusan :
  7. Foto copy SP atau SIP
  8. Foto copy ijazah ( dilegalisir asli oleh Dekan Fak. Kedokteran)
  9. Surat Keterangan Sehat Fisik dan Sehat Mental yang dibuat boleh dokter yang memiliki SIP (mencantumkan No. SIP).
  10. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah janji dokter.
  11. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kedokteran.
  12. Pas foto berwarna terbaru 4x6 = 4 lembar, 2x3 = 2 lembar
  13. Sertifikat kompetensi/Surat Keterangan Kompetensi dari kolegium terkait ( Untuk Dr Spesialis).
  14. Bukti Pembayaran asli permohonan pengurusan STR ke rekening KKI No.2 Tahun 2005, Tentang besaran tarif pengurusan Registrasi dokter.


Contoh Blanko surat permohonan dan Surat pernyataan, sebagai berikut:

Kepada Yth
Konsil Kedokteran Indonesia
di
Jakarta

Bersama surat ini kami mengajukan permohonan Surat Tanda Registrasi (STR) sebagai dokter umum / Spesialis sesuai dengan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004

Nama : dr Ani Widyastuti
NIP : 140 345 154
Tempat lahir/Tanggal lahir : Salatiga, 1 Juni 1966
Jenis Kelamin : Perempuan
Lulusan/Tanggal lulus : Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret/
Nomor Ijazah :
Kompetensi : dokter Umum
Tempat Kerja : Puskesmas, Praktek Umum
Alamat tempat bekerja : Jl DI Panjaitan Samarinda
Alamat Korespondensi : Jl Lambung Mangkurat 69 (lama) Samarinda
Alamat Rumah : Jl AW Syahrani, gg Pandan Mekar Blok G 2 Samarinda
No Telp rumah/HP : 0541-7005007
Sebagai bahan pertimbangan kami lampirkan sebagai berikut :

  1. Foto copy SP atau SIP
  2. Foto copy ijazah ( dilegalisir asli oleh Dekan Fak. Kedokteran)
  3. Surat Keterangan Sehat Fisik dan Sehat Mental yang dibuat boleh dokter yang memiliki SIP (mencantumkan No. SIP).
  4. Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah janji dokter.
  5. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika kedokteran.
  6. Pas foto berwarna terbaru Uk. 4x6 = 4 lembar, 2x3 = 2 lembar
  7. Sertifikat kompetensi/Surat Keterangan Kompetensi dari kolegium terkait ( Untuk Dr Spesialis).
  8. Bukti Pembayaran asli permohonan pengurusan STR ke rekening KKI No.2 Tahun 2005, Tentang besaran tarif pengurusan Registrasi dokter

Demikian data dan lampirannya kami buat dengan sebenarnya.

Samarinda, 2006
Pemohon
tanda tangan
dr Ani Widyastuti

Syarat Ijin Praktek

Persyaratan Pengurusan ijin Praktek Dokter

  1. Mengisi permohonan Izin Praktek kepada Ka. DKK.
  2. Mengisi permohonan Izin Praktek kepada Ka. IDI.
  3. Foto copy Ijazah 2 lembar.
  4. Foto copy KTP 2 lembar.
  5. Foto copy Surat Penugasan 2 lembar.
  6. Foto copy SK Penempatan 2 lember.
  7. Pas Photo 3x 4 warna 6 lembar.
  8. Foto copy sertifikat 6 SKP untuk Dokter Umum / 30 SKP untuk Dokter Spesialis.

Biaya:

  1. Dokter Umum Rp. 150.000,-/ 1 tempat praktek ( DKK ).
  2. Rekomendasi Rp. 25. 000,-
  3. Dokter Spesialis Rp. 300. 000,-/ 1 tempat praktek ( DKK ).
  4. Rekomendasi Rp. 50. 000,-
  5. DKK Rp. 20. 000,-
  6. Biaya pengurusan SIP Rp. 20. 000,-

kiriman dr. Ani Widyastuti

Sunday, October 22, 2006

Selamat Lebaran

Selamat LebaranSegenap Pengurus IDI Cabang Samarinda
Mengucapkan

Selamat Hari Raya 'Idul Fitri.
Minal aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin ...
taqabbalallhahu minna wa minkum

dr. H. Edy S. Nasution
ketua

Monday, October 09, 2006

Rencana Muscab

musda idiMuscab IDI Cabang Samarinda
Hehehe, kabarnya sih bulan nopember ...
Nunggu berita yang benar ah, masih kabar burung ...
Pura-puranya begini nich: menurut ad/art IDI, maka genap sudah masa kepengurusan IDI Cabang Samarinda periode (apa masa khidmat ya) tahun sekian sampai tahun sekian, karenanya IDI Cabang Samarinda mempersiapkan hajatan tersebut dengan menetapkan susunan penitia pelaksana sebagai berikut: pm
Muscab direncanakan digelar pada tanggal sekian hingga sekian bertempat di Hotel titik titik. Menurut beberapa kalangan internal IDI, ada beberapa kandidat yang diperkirakan muncul dalam bursa calon ketua IDI Cabang Samarinda periode mendatang. Namun beberapa sumber terpercaya masih enggan menyebut nama para dokter yang bakal diusung sebagai calon ketua. dst dst dst ... namanya juga pura-pura nich

kabar kabari: per 13 nopember 06
Ternyata Muscab rencananya digelar tanggal 25 Nopember 2006 di Hotel Mesra ... ya udah nunggu aja friends ...

Seminar ...

Ini juga model doang, masih belum dapat info dari sekretariat .... banyak cara dan gaya untuk bikin seminar, secara virtual kira-kira salah satu gayanya begini:

  1. Kesehatan Anak<

    • Neonatologi: (intern)April-Mei 2007

    • Imunisasi terkini untuk bayi kita: (publik) September 2007

  2. Penyakit Dalam

    • Hubungan DM dan Gagal Ginjal: Juli 2007

    • Reumatologi: Nopember 2007

  3. Kebidanan

    • Reproduksi Remaja: Mei 2007

    • Mengenal Endometriosis: Oktober 2007

  4. Bedah

    • Resusitasi Trauma Capitis: Pebruari 2007

    • HNP Review: Juni 2007

  5. Kesehatan Mata
  6. Penyakit Kulit dan Kelamin
  7. Informatika Kedokteran


Hup, jangan keburu protes friends, ini kan cuman model doang, ngga usah khawatir lab or upf yang belum kesebut, bisa di edit koq. Tantangan bagi kita untuk senantiasa membuat agenda tahunan nan terukur dan terencana ... ya meleset dikit tak apalah

Profil Pengurus

Pengurus IDI Cabang Samarinda
Periode: 2002-2005

Ketua Umum:
dr. H. EdiSyahputra Nasution
Wakil Ketua I:
dr. Syafardi Ibrahim, Sp. OG
Wakil Ketua II:
dr. M. Sadik
Sekretaris:
dr. Bagyo Witjaksono, Sp. PK
Wakil Sekretaris:
dr. Hj. Mieke Dhipa Anggraini, M.Kes
Bendahara:
dr. Hj. Rini Retno Sukesi, M.Kes
Wakil Bendahara I:
dr. Josephine M. Pangemanan
Wakil Bendahara II:
dr. Ani Widyastuti

Seksi – seksi :
  1. Seksi Ilmiah:
    • dr. H. Arie Ibrahim, Sp. BS
    • dr. PMT. Mangalindung Omposungu, Sp. B
    • dr. Lianda Siregar, Sp. PD
    • dr. Hanny Soetojo
  2. Seksi Pengabdian Masyarakat:
    • dr. H. Dadiek A. Sanyoto, Sp. B
    • dr. Yohanes Libut, M.Kes
    • dr. Johannis Banjir
    • dr. Ellen Angkawitjaya
  3. Seksi Kesejahteraan Anggota:
    • dr. Lukas Demo Bakiaq, MM
    • dr. Oemar Budi Ichwanto
    • dr. Rita Rosadi
    • dr. Beatrix Curie Panjaitan
  4. Seksi Publikasi & Dokumentasi:
    • dr. H.M. Arsyad, M.Kes
    • dr. Nanan Surya Perdana
    • dr. Slamet Subagio
    • dr. A. Irwan Irawan, Sp.KK
  5. Seksi Olahraga:
    • dr. H. Tri Hendro Priyanto, Sp. M
    • dr. M. Dasrwis Toena, Sp.KK
    • dr. Parmono
    • dr. Tommy Kartono
  6. Seksi Kesenian:
    • dr. Purherbianto Satriohadi, Sp.An
    • dr. Aswin W. Sastrowardoyo, Sp. OG
    • dr. H. Ismed Kusasih
    • dr. H.R. Joko Martono
  7. Seksi Dana:
    • dr. H. Darwin Adjis, Sp. B
    • dr. Samuel Randabunga, Sp.OG
    • dr. Lukas Tandy Susanto
    • dr. Wahyu Budi Djatmika, Sp.THT

Sekretariat Cabang:
RSUD. A. W. Syahranie
Jl. Dr. Soetomo, Samarinda

seri anak: gagal napas akut

Pengertian
Adalah gangguan sistem pernapasan yang disebabkan adanya gangguan primer pada paru atau gangguan lainnya, sehingga sistem pernapasan tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Perawatan di ruang intensif


Gejala Klinis

  • Kesadaran menurun, agitasi
  • Peningkatan frekuensi napas, berupa: retraksi suprasternal, interkostal, supraklavikular dan retraksi epigastrium, takipneu, pernapasan paradoks.
  • Sianosis
  • Takikardi
  • Bradipneu ( dalam keadaan lanjut )
Pemeriksaan Penunjang
  • Radiologi
  • PaO2
  • PCO2
Pengobatan
  • Bebaskan jalan napas dan pernapasan buatan
  • Oksigenasi 100 % 1 - 2 liter/menit
  • Medikamentosa:
  1. Aminofilin (Larutan 24 mg/ml), pemberian: intravena, dosis: 4-6 mg/kg BB dalam 30 menit dilanjutkan dengan 0,8-0,9 mg/kg BB/jam
  2. Epinefrin * (1 mg/ml 1:1000), pemberian: subcutan, dosis: 0,001 mg/kg BB Maks 0,03 mg
  3. Salbutamol (larutan 0,5 %), pemberian: inhalasi, dosis: 0,05-0,15 mg/kg BB
  4. Terbutalin (MDI 0,2 mg/puff), pemberian: inhalasi, dosis: 1-2 puff maks 6 mg. Sediaan Larutan 0,1 %. pemberian: subcutan, dosis: 0,2 mg/kg BB, Maks 6 mg
  5. Metil prednisolon (larutan 125 mg/mg), pemberian: intravena, dosis: 1 mg/kg BB tiap 6 jam
* International Guidelines for Neonatal Resuscitation 2000 (p:11) Resuscitation of the Newly Born Infant, Amirican Heart Association, 1999 (p:7) Paediatric life support, European Resuscitation Council Guidelines for Resuscitation 2005 (p:12)

Monitoring
Pemantauan ditujukan pada :
  • Tanda vital (Frekuensi napas, Work of breathing, Frekuensi nadi, Sianosis, Kesadaran)
  • Pemeriksaan Paru
  • Analisa Gas darah
  • Pulse-oxymetry
Kriteria Keluar dari Ruang Intensif
Apabila masa krisis sudah dilampui dan tindakan invasif dipandang cukup, maka penderita dapat keluar dari ruang intensif, dengan kriteria sebagai berikut:
  • Hemodinamik sudah stabil
  • Pernapasan stabil, ditandai dengan jalan napas bebas dan gas darah normal tanpa ETT
  • Kebutuhan oksigen minimal
  • Obat penunjang inotropik, vasodilator, anti aritmia tidak diperlukan lagi atau bila masih diperlukan, memakai dosis rendah
  • Irama jantung terkontrol
  • Tidak diperlukan lagi alat monitor tekanan intrakranial invasif, kateter hemodinamik, suctioning eksesif dan ventilator
  • Gangguan neurologis ( kejang ) terkontrol
  • Penilaian staf medik dan keluarga memutuskan tidak diperlukan perawatan intensif
sumber: Standar Pelayanan Medis KESEHATAN ANAK IDAI 2004
cakmoki


Berpuasa bagi penderita Diabet

Bagi para penderita Diabet yang kadar gula darahnya lebih dari 250 mg% pada pemeriksaan 2 jam sesudah makan atau pemeriksaan gula darah sewaktu, tidak dianjurkan untuk berpuasa. (*)

Contoh jadwal makan Penderita Diabet pada bulan Ramadhan:

Buka Puasa:
  • Makanan Utama Pertama
  • Obat Anti Diabet Pertama dan Vitamin sebagai pengganti yang biasa diminum pada saat sarapan pagi
Sesudah Sholat Tarawih atau ( 2 ) Jam sesudah buka puasa:
  • Makanan Utama Kedua
  • Gerak badan ringan (bagi yang kuat)
Sebelum Tidur Malam:
  • Makanan Kecil (snack)
  • Obat Anti Diabet Kedua (seperti yang biasa diminum siang hari, atau menurut petunjuk dokter)
Makan Sahur:
  • Makanan Utama Ketiga (seperti makan malam pada saat tidak puasa)
  • JANGAN minum obat Anti Diabet pada saat makan Sahur !!!
Sebelum Imsak:
  • Makanan Kecil Kedua
  • Vitamin yang kedua
Jenis dan takaran makanan sama dengan diit saat tidak berpuasa, sedangkan dosis obat sesuai anjuran dokter. Yang perlu diperhatikan:
  • Jangan minum Obat Anti Diabet pada saat makan sahur, karena dapat menimbulkan hipoglikemia atau kekurangan kadar gula darah pada saat bekerja keesokan harinya.
  • Apabila Obat Anti Diabet diminum dua kali, maka obat yang kedua diminum sesudah makan makanan kecil sebelum tidur malam.
  • Bila ingin olahraga ringan, sebaiknya dilaksanakan sesudah makanan utama kedua yaitu sesudah sholat tarawih.
  • Daftar diit yang menyangkut jenis dan takaran makanan, hendaknya meminta petunjuk kepada dokter yang merawat.
  • Apabila ada hal-hal yang belum jelas sebaiknya bertanya kepada dokter yang biasa merawat.
  • Apabila Kadar Gula Darah tinggi dan kondisi badan lemah, sebaiknya tidak usah memaksakan diri untuk berpuasa.
  • Apabila tidak bisa berpuasa karena penyakitnya, harap bertanya kepada ahli Fiqih tentang tatacara mengganti puasanya atau pembayaran Fidyahnya.

Semoga panduan singkat ini bermanfaat
Selamat menunaikan ibadah puasa

(*) Prof. Dr. dr. H. Askandar Tjokroprawiro
cakmoki

Sunday, October 08, 2006

Linu TIDAK identik dengan asam urat

meluruskan anggapan yang salah
Ketika seseorang merasakan nyeri, ngilu, kram, kaku, atau pegal-pegal di tubuhnya atau sebagian badan nya, hampir selalu dikaitkan dengan asam urat.
Para tetangga mengatakan Asam Urat. Jadi dokter dadakan nih ... padahal ngga tau asam urat itu jajan model apa ...
Asam Urat merupakan terjemahan dari Uric acid, dibentuk dari purin yang asal nya dari protein … nah loh, ngga ada kaitannya dengan URAT kan, ya itulah gara-gara salah menerjemahkan.
Setiap manusia memiliki uric acid atau asam Urat di dalam tubuhnya.
Kadar normal asam Urat di dalam tubuh manusia 3-6 mg% bagi wanita dan 3-7 mg % bagi pria.

Untuk mengetahui kadar asam urat harus periksa laboratorium. Apabila kadar asam urat meningkat di atas normal, obatnya BUKAN JAMU.
Tetapi dengan obat penurun kadar asam urat yang terukur dosisnya.
Sedangkan penyakit Radang Sendi yang diikuti dengan kenaikan kadar asam urat, namanya Gouty Arthritis. Obatnya bukan jamu. Penyakit ini jarang, hanya sekitar 6 % dari semua kasus Rematik.
Jadi nyeri sendi, linu, pegal-pegal, kram dan lainnya TIDAK SAMA dengan ASAM URAT

Iklan Jamu yang menyesatkan
Balai POM sudah melarang peredaran Jamu Asam Urat yang ternyata mengandung bahan kimia obat, tetapi masih juga dilanggar, mengapa ?
Karena bisnis yang berkaitan dengan kesehatan itu menguntungkan. Yang namanya menguntungkan, tidak peduli merugikan orang banyak, yang penting untung. Yang jual dan yang beli tidak tau isi dan kandungan barang yang dijual, hanya untung…untung dan untung
Pengetahuan tentang obat tidak cukup dengan membaca brosur di kemasan obat, perlu ilmu kompleks karena terkait keselamatan manusia.
Ada yang bilang setelah minum jamu linu enak. Lho apa ukurannya enak? Alkohol juga enak, Narkoba enak, kok dilarang? Karena keselamatan Mas ...
Perut manusia BUKAN kotak obat untuk coba-coba ... jadi minum obat harus dilandasi ilmu ...
cakmoki

Demam Berdarah Dengue Hadir Sepanjang Tahun

Pertengahan 2003, kami menyampaikan rasa khawatir kepada beberapa orang dekat, bahwa DBD bukan hanya terjadi dan meningkat pada musim hujan saja, tetapi potensial terjadi sepanjang tahun.
Apa sih dasarnya? Opini atau sekedar ramalan?
Tentu dasarnya adalah analisa data.
Sebagai contoh nyata, kasus di Kecamatan Palaran . Pertama kali penulis menemukan kasus DBD sekitar tahun 1988 (mungkin sebelum itu sudah ada tetapi tidak tercatat), seorang gadis kecil dengan dugaan DBD ternyata benar adanya. Saat ini si kecil sudah punya buntut. Sejak itu, setiap tahunnya selalu ada kasus dugaan DBD yang dirujuk namun sayang tidak ada feedback. Yang pasti dalam sepuluh tahun terakhir ini di Palaran selalu ada kasus DBD setiap tahunnya. Bahkan dalam 2 tahun terakhir sejak 2004, praktis setiap bulan ditemukan kasus DBD.
Apakah sudah lapor? Tentu sudah, tetapi nggak usah heran kalau tidak ada tindak lanjut, karena kami menduga laporan tersebut tidak dibaca, atau mungkin hanya dibaca. Bukannya negative thingking tetapi sudah tradisi.
Tindak lanjut yang "tergopoh-gopoh" baru dimulai ketika media mulai merilis kasus DBD.
Sebenarnya ada kemajuan signifikan dari Pemerintah Kota dan DPRD Samarinda, yang selalu memberikan perhatian serius terhadap kasus ini. Terbukti dengan diserahkannya mesin Fogging ke Puskesmas untuk mendekatkan layanan, walau sebenarnya mesin pengasap tersebut tidak banyak membantu. Memang secara psikis seolah-olah ada perhatian, namun sekali lagi tak banyak membantu, karena hanya efektif 2 hari.
Apalagi dengan model pengasapan yang dilaksanakan ketika sudah ada kasus, apa manfaatnya ?
Terlepas dari perdebatan manfaat Fogging, perhatian Pemkot Samarinda dan DPRD tersebut patut disyukuri. Sayangnya, jajaran kesehatan di tingkat Kota sepertinya tidak dalam kondisi fight dan serius.
Apa lacur? Ya itu tadi, hanya tergopoh-gopoh ketika media mulai menulis.
Lebih-lebih pada saat peningkatan kasus DBD, yang ramai justru hitung-hitungan KLB atau bukan KLB. Memang tidak salah bila berbicara dalam ranah epidemiologi dan statistik. Terkait masalah kesehatan adalah masalah sosial kemasyarakatan, pandangan melalui pintu epidemiologi saja tentu tidak relevan lagi.
Dengan nalar sederhana , tidak sepantasnya memakai KLB sebagai defend mechanism. Secara keilmuan sudah terbukti bahwa sampai saat ini DBD adalah penyakit dengan Case Fatality Rate tinggi, belum lagi penyebarannya yang cepat dan makin tidak spesifik nya gejala klinis karena dugaan perubahan strain virus. Menilik kondisi di atas, sudah seharusnya DBD mendapatkan perhatian serius dan simultan sepanjang tahun. Tindakan ini tentu tidak serta merta menjamin eliminasi kasus DBD, tetapi sebagai bentuk tanggung jawab dan integritas keilmuan. Sebagai perbandingan, di Jepang, 1 (satu) kasus Avian Influenza sudah membuat pemerintah memberlakukan karantina. Betapa perhatiannya.
Bagaimana penanganan DBD di Samarinda kini?
Seperti sebait lagu..: "AKU MASIH SEPERTI YANG DULU"
Semoga, nurani terpanggil ......
cakmoki | posting 19 pebruari 06

Antibiotika "Membabi Buta"

Majalah Kesehatan Keluarga edisi 06 Juli 2006, memuat penggunaan Antibiotika yang membabi buta sebagai ringkasan pertemuan para pakar yang mengambil tema "Facing the Challenge of Antimicrobial Resistance: Strengthening Strategy".
Isi singkatnya adalah penggunaan Antibiotika yang membabi buta, baik yang dilakukan para dokter maupun masyarakat luas.
Berbagai pemikiran muncul pada pertemuan tersebut, mencari jalan keluar terhadap akibat yang ditimbulkannya.
Prof Dr RHH Nelwan, SpPD-KPTI mengungkapkan perlunya dikembangkan antibiotik baru untuk mengantisipasi perkembangan kuman patogen yang terus bermunculan. Ide ini dilandasi dengan munculnya mikro-organisme generasi baru yang ganas sebagai akibat pemakaian antibiotik yang tidak tepat.
Prof Dr Djoko Widodo, SpPD-KPTI berpendapat perlunya inovasi untuk terapi yang maksimal dengan menggunakan agen anti adhesif yakni bakteri "baik" yang digunakan untuk menghambat bakteri patogen, semisal lactobacillus dan bifidobacterium. Di pihak lain Prof Dr Herdiman T. Pohan, SpPD-KPTI mengungkapkan bahwa saat ini antibiotika yang dipakai untuk mengatasi Staphyllococcus sebagai bakteri penyebab infeksi tersering sudah TIDAK MEMPAN lagi, memunculkan MRSA (Methicillin Resistant Staphillococcus aureus).
Adapun untuk mengatasi MRSA kini dipakai jenis glikopeptid, oxazolidiones, streptogramin atau glisiklin atau dengan kotrimoksazol, fluorokuinolon dan rifampisin.
Intinya diperlukan penelitian yang serius dan berkelanjutan untuk mengatasi resitensi terhadap antibiotika.
Tentu upaya para pakar tersebut patut disyukuri. Namun di balik itu ada hal penting, yakni penjelasan secara massif kepada khalayak agar tidak sembarangan memakai antibiotika. Bersamaan itu pula perlunya menata ulang sistem lalu llintas antibiotika di negeri ini.
Di pihak dokter wajib selalu update ilmu dan membudayakan membaca, tidak mengandalkan ingatan diktat kuliah semata kala sudah terjun di tengah masyarakat.
Selalu berpijak kepada keilmuan dan referensi ketika menangani penderita adalah keniscayaan, tidak mengagungkan "pengalaman" yang sebenarnya tidak pernah mengkajinya secara ilmiah, lebih-lebih hanya berguru kepada brosur kemasan obat, walah....

Di samping itu ... maaf ... para guru juga jangan mengajarkan "nembak" penyakit dengan 3 atau 4 macam antibiotika, niscaya akan ditiru muridnya supaya nampak "sakti".
Sebagai gambaran, di tempat kami tinggal di samarinda pemakaian antibiotika juga tak kalah membabi butanya dengan tempat lain.
Bayangkan ketika penderita yang datang dengan membayar, diberi fluorokuinolon hanya karena pharingitis. Mengapa?

cakmoki

Mutu Layanan Kesehatan 1

Ambivalensi antara kewajiban dan keinginan.
Ketika mutu pelayanan kesehatan mengemuka sebagai panglima program unggulan depkes dengan nama quality assurance ( QA, jaminan mutu) pada tahun 1996, pihak Puskesmas sebagai (lagi-lagi) pihak pelaksana, dibuat terperangah oleh program tersebut. Tetapi sebagai institusi bawahan depkes, lagi-lagi Puskesmas berada di posisi tak berdaya dan lagi-lagi hanyalah sebagai terminal akhir pembuangan dan berposisi layaknya sandal jepit. Mungkin depkes lupa bahwa para dokter yang ada di Puskesmas adalah seorang sarjana juga seperti halnya para petinggi depkes. Lupa mungkin karena tampilan dokter puskesmas yang tak pernah berdasi dan naik pusling kala tugas, tidak seperti teman-temannya di depkes yang sebagian diantaranya berdasi dan naik mobil dinas mulus. Padahal bisa jadi kala sekolah di fk dahulu, yang di depkes tidak lebih pandai dari yang di puskesmas. Pun demikian pula setelahnya, lebih-lebih kala berbicara kepekaan keperluan masyarakat terhadap layanan kesehatan, dijamin dokter di puskesmas lebih peka dibanding dokter di depkes walau sepanjang apapun gelarnya. Yang membedakan hanyalah kekuasaan.
Itulah kira-kira gambaran umum, mengapa hingga kini puskesmas ibarat tempat uji coba, trial and error aneka macam program dari depkes.
Jaminan mutu produk tahun 1996 yang lalupun, konon hasil pemikiran grusa-grusu karena ada "jajan" berupa pinjaman IMF (maksudnya hutang yang harus dibayar), yang mana depkes tidak mau kalah dengan departemen lain untuk ikut mencicipi jajan IMF. Dan supaya dapat dana segar nan besar, nama programnya pun dibuat "greng", maka bim salabim lahirlah Quality Assurance atau Jaminan Mutu. Parameterpun disiapkan, demikian pula pelatihan, panduan, monitor dan evaluasinya, baik terhadap item kegiatan ataupun terhadap program besarnya.
Menurut saya, program tersebut langkah mundur. Mengapa? Karena hanya untuk mendiagnosa pnemonia, diperlukan pelatihan seminggu, itupun berulang. Padahal dengan membaca 1 jam sebagai review sudah lebih dari cukup.
Demikian pula parameter persentase injeksi untuk penyakit neuritis dan atau sebangsanya, boleh dikata sulit untuk diterima, mengingat alasannya adalah penghematan. Tak cukup denngan itu, di beberapa daerah bahkan ada kampanye tidak usah suntik jika tidak perlu, yang tertulis besar di dinding Pusling. Nun di sisi lain kita diwajibkan mengejar target imunisasi yang nota bene berupa suntikan kecuali polio. Tanyakan kepada warga, apa ngga membingungkan?
Menyimak produk depkes tahun 1988, yang mana dalam Pedoman Kerja Puskesmas sudah sangat jelas dan rinci berisi panduan tatalaksana setiap kegiatan di Puskesmas yang mengacu kepada UPK, termasuk panduan pengobatan, maka program QA adalah sebuah langkah kebimbangan dan ambivalensi. Artinya mengulang program mapan yang sudah terintegrasi dengan keseharian para petugas Puskesmas dengan mengganti nama QA yang justru lebih sempit tapi tidak lebih mendalam. Bedanya hanya di segi dana yang luar biasa besar dan pelatihan berulang yang justru buang-buang waktu.
Untuk meningkatkan mutu layanan, tidak cukup dengan kajian monopoli petinggi Depkes, lebih dari itu ada ukuran non teknis yakni keinginan dan harapan warga.
Sayangnya yang ini tidak pernah tersentuh, artinya pengguna jasa pelayanan Puskesmas tak lebih hanyalah obyek semata yang tak punya hak suara.
Siklus demikian mestinya tidak boleh terulang.

Memulai secara internal
Sesungguhnya, upaya meningkatkan mutu layanan tidaklah sulit, terpulang pada nurani pelaku kesehatan sebagai niat hakiki untuk memberikan yang terbaik kepada pengguna jasa pelayanan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif. Rasanya hal ini belum dilakukan secara masif. Kata singkatnya adalah memulai dari internal jajaran kesehatan di semua tingkatan.
Sebagai contoh, ketika pengadaan alat medis masih melakukan mark-up, semisal harga alat kedokteran resminya 500 juta tapi dalam spj ditulis 800 juta, maka jangan harap ada peningkatan mutu, karena diawali dengan perilaku yang tidak bermutu bahkan tercela. Bagaimana mungkin mendapatkan buah yang baik ketika menanam benihnya sudah salah? Mari kita renungkan.
Maksud saya jangan hanya direnungkan tetapi mutlak harus diperbaiki dari dalam. Hal yang sama berlaku dalam pelayanan yang bersifat teknis medis. Ketika seorang dokter Puskesmas tidak pernah lagi membaca dan belajar untuk meng-update ilmunya, maka jangan harap ada transfer of knowledge kepada team worknya apalagi kepada masyarakat. Artinya pelayanan dan ilmu jalan di tempat alias stagnan. Bila hal ini terjadi maka dalam evaluasi program tidak boleh lagi ada kata "kesadaran masyarakat kurang" dalam bab hambatan dan kendala. Bagaimana mungkin kesadaran masyarakat terhadap kesehatan membaik bila yang berkompeten di bidang kesehatan sendiri tidak pernah belajar, dan hanya mengandalkan ilmu semasa di bangku sekolah semata.
Padahal mempelajari, mengembangkan dan mengamalkan ilmu adalah kewajiban sebagai bentuk tanggung jawab intelektual dan bentuk ungkapan syukur akan ilmu yang dianugerahkan kepada kita.
Karenanya, mutu pelayanan kesehatan sekali lagi haruslah dimulai dari internal kesehatan, dilandasi totalitas dan niat untuk dapat memberi manfaat kepada sesama.

bersambung ke Mutu Layanan Kesehatan 2: Menata Niat

sharing Blog

Sabtu, 30 september 06, kami berkesempatan sharing informasi tentang dunia blog di ruang perpustakaan psku unmul. Gawean ini bermula dari rasan-rasan para ts idi samarinda yang berkeinginan bikin situs sebagai media informasi antar sejawat. Setelah lama ngga ada beritanya, akhirnya sebelum puasa diadakan semacam review tentang dunia web khususnya weblog atau yang populer dengan blog. Walhasil, gayung bersambut.
Dr. Ari Ibrahim SpBS akhirnya memprakarsai keinginan idi dengnan mengadakan sharing di perpusnya psku unmul. Menyenangkan, itulah kata yang tepat buat penulis, mengingat antusiasme para ts dari idi, rsu aws dan para dosen psku unmul. Rasanya waktu 2 jam belumlah cukup, maka disepakati ada acara tindak lanjut dan mungkin berlanjut ke pernak-pernik blog. Semoga aja lancar, trus temen-temen rajin up date trus berlanjut sharing flash. Nah ini dia yang paling menyenangkan, karena dengan flash ada luapan gairah bikin materi kuliah yang lebih interaktif, pun demikian pula dengan ts yang di idi maupun rsu aws. Harapan sy, dengan flash para ts di rsu aws bisa bikin protap dan materi seminar yang oke, cd autorun dan sekali lagi interaktif. Udah jamannya sih.
Jangka panjang ntar ts sy tawari sharing cara bikin ebook yang kompatibel dengan flash, hingga akhirnya keluaran produk ts berupa multimedia audiovisual dengan berbagai kegunaan dan semoga bermanfaat bagi perkembangan tampilan ilmu medis dan berguna pula bagi sesama. Amin....
Cita dan angan ini mudah-mudahan bersambut ....
Trims untuk dr. ani sebagai motor awal, dr. edy nasution pak ketua idi, dr. bagyo yang punya gawe, dr. ari ibrahim pioneernya psku, dr. emil pak dekan, dr. abdillah yang mengupayakan akselerasi koneksi, dan tentu para ts yang ikut nimbrung dalam acara sharing ... dan yang kelupaan nggak disebut sy mohon maaf ...
by cakmoki